Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KONTRAVERSI BANDARA AHN


mdaudbatubara.id - Kontraversi merupakan fenomena yang muncul di masyarakat tertentu, tanpa disadari sebagai bentuk proses sosial yang berada antara pertentangan, persaingan serta pertikaian. Seperti kondisi Bandara Abdul Haris Nasution (AHN) di Madina yang telah sering menjadi kontraversi sejak jauh-jauh tahun sampai saat ini telah siap untuk dioperasikan. Mulai dari fenomena munculnya sebutan Bandara Insaalloh, rencana pemberian nama bandara, sampai beberapa waktu lalu adanya pihak yang merasa kurang dihargai saat Uji Coba Kelayakan Bandara, dan saat ini menunggu untuk beroperasi. 

Semakin menarik pula ketika seorang Tokoh Perantau Madina bergelar Guru Besar memberi penjelasan di Group Media Sosial yang maknanya bahwa Bandara AHN tersebut secara ekonomi tidak akan membawa dampak yang signipikan terhadap perekonomian  Madina, namun harus tetap bangga karena telah memiliki Bandara Udara di Daerah ini. Tulisan tersebut, sepertinya juga ditanggapi dengan kontraversi. Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat membantu menjelaskan berbagai fenomena kontraversi yang muncul di tengah masyarakat Madina, sehingga terminimalisirnya kontraversi pemahaman makna Bandara AHN di masyarakat. 

Salut pada Alm. Amru Helmy Daulay, SH sebagai Bupati Pertama di awal-awal berdirinya  Madina telah menggagas pembangunan Bandara Udara sebagai gagasan besar untuk membantu sistem transportasi yang pasti lebih cepat karena berada paling jauh dari ibu kota provinsi sebagai pusat pemerintahan Sumut dan juga sebagai pusat pengembangan regional Sumut. Saat itu, mungkin pemikiran beliau dapat mempersingkat waktu tempuh dari belasan jam menuju Panyabungan menjadi puluhan menit. 

Selisih waktu tempuh ini tentu sangat tinggi, sehingga selain waktu yang terhemat, resiko sepanjang perjalanan, termasuk keletihan badan sangat melelahkan, apalagi pada orang-orang yang tidak berusia muda lagi. Semangat ini awalnya dimulai dengan survey lapangan di salah satu lahan di Pantai Barat Madina. Kemudian, ternyata dengan berbagai penilaian yang menjadi pertimbangan pilihan terbaik lokasi ditetapkan di lokasi sekarang. Tentu analisa ini dilakukan secara teknis setidaknya dari sisi kalayakan teknis pendirian Bandara dan juga sisi kemungkinan kelayakan opersional secara ekonomi, dan masa depan perkembangannya sebagai bandara. 

Berselang waktu yang relatif lama pembangunan bandara tersendat, oleh Bupati Dahlan Hasan Nasution, dengan gigih berupaya merealisasi rencana sang sepuhnya. Kematangan dan naluri birokratnya melihat peluang besar untuk berkolaborasi dengan Sang Jenderal dan petinggi petinggi negara sebagai perantau dari Madina. Kekuatan ini kemudian terbukti mampu membangkit batang terendam rencana bandara kembali menjadi perhatian negara. Kesiapan lokasi dan persyaratan di daerah disiapkan oleh pemerintah daerah.


Kementerian Perhubungan-pun mulai membangun Bandara AHY pada tahun 2020 dengan besar anggaran Rp. 434,5 miliar. Bandara dengan runway sepanjang 1.450 x 30 m, taxiway sepanjang 75 x 15 m, apron sepanjang 105 x 65 m, serta gedung terminal seluas 2.537 m persegi, akan mampu melayani Pesawat ATR 72. 

Gubernur Edy Rahmayadi juga mendukung rencana tersebut dengan berbagai kemudahan dan dukungan untuk pemenuhan syarat tentang keberadaan rencana lahan waktu itu. Masyarakat setempat bersama  kepala desa dikoordinir camat juga turut berjibaku untuk mendukung lokasi bandara. 

Tentu ada berbagai kendala yang dihadapi selama masa pembangunan terutama dalam hubungan dampak proses pembangunan terhadap lingkungan lahan masyarakat. Hanya saja dengan kebersamaan semua lini, akhirnya bandara dinyatakan telah dapat dilakukan uji coba kelayakan untuk beroperasi. 

Kamis 21 Maret 2024 uji penerbangan atau test flight kalibrasi pesawat jenis Beechcraft Super Kings Air dari Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) mendarat (landing) perdana di Bandar Udara AHN  di Kecamatan Bukit Malintang. Uji coba menyimpulkan secara keseluruhan bahwa bandara di Madina tersebut tergolong baik karena berjalan satu jam yang biasanya menurut ahlinya 2 sampai 3 jam. 


Sesaat akan pendaratan pesawat dan penyambutan pilot berlangsung, muncul fenomena kontraversi dengan kasus mis-komunukasi antara pihak bandara dengan rekan-rekan pers yang menganggap terjadi perlakuan pilih kasih terhadap semangat dari pegiat berita. Seharusnya pihak bandara memahamkan tentang Bandara sebagai Objek Vital Nasional dengan SOP yang ketat terutama pula saat suasana test flight kalibrasi pesawat dengan resiko tinggi. 

Beberapa media menuliskan informasi ini seakan ada hak-hak pihak tertentu yang terkebiri, sedangkan di sisi lain orang menilai bahwa sebahagian kita belum paham dengan SOP pada objek vital nasional. Sangat jelas bahwa hal ini secara umum diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. Disebut bahwa Obyek Vital Nasional adalah kawasan/lokasi, bangunan/ instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis. 

Lebih lanjut dijelaskan lagi bahwa Pengelola Obyek Vital Nasional adalah perangkat otoritas dari Obyek Vital Nasional. Dengan otoritas tersebutlah mereka dituntut harus sangat cermat dan bertanggung jawab dengan lokasi objek vital nasional yang mereka kelola. 

Pengalaman seperti ini juga juga sering terjadi oleh para pejabat dari daerah ketika menjeput atau mengantar Jemaah Haji di bandara udara, hanya saja tidak di ekspose. Untuk itu mungkin lain waktu menjadi pembelajaran bagi semua pihak karena sangat tidak baik mempertontonkan ketidaktauan kita pada orang di luar sana. 


Kembali pada kelayakan dari hasil ujicoba sebagai bukti kesiapan bandara udara beroperasi, tentu akan membutuhkan Maskapai Penerbangan yang bersedia mengisi jalur penerbangan “ke dan dari” Bandara AHN. Tidak tangung-tanggung, terdengar rancangan untuk rute penerbangannya dari pihak Kementerian Perhubungan merencanakan sampai tiga rute, yakni Madina - Medan, Madina - Pekan Baru dan Madina - Padang. 

Tentu rute ini terdengar sangat menyenangkan, hanya saja fokus perhatiannya kembali pada kesiapan Maskapai Penerbangan. Berbicara tentang kesiapan Maskapai Penerbangan fokusnya adalah kelayakan biaya operasional. Sebagai perusahaan sebuah Maskapai Penerbangan akan bersedia melayani rute ini bila dalam analisa mereka telah layak beroperasi dari sisi untung rugi. 

Fakta menunjukkan bahwa keberadaan Bandara Udara di Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas Utara, sebagai daerah tetangga yang beroperasi jauh sebelum Madina menjadi daerah otonom bahkan sampai saat Madina telah menjadi kabupaten, masih juga belum mampu beroperasi dengan mandiri. Bandara udara yang ditopang oleh luasan penumpang empat kabupaten dan satu kota ini beroperasi dengan dukungan subsidi dari kelima daerah saat itu. Sekarang keberadaan bandara tersebut boleh dicek bagaimana kondisi operasionalnya. 

Beranjak dari kondisi di atas, tentang kemungkinan kesediaan operasional Maskapai Penerbangan, jelas sangatlah tergantung pada kesedian memberikan subsidi penerbangan dan  yang didukung kebijakan menggunakan moda transportasi udara bagi ASN dan pegawai perusahaan bila melakukan perjalanan dinas ke Medan. 

Lagi-lagi daerah harus kerja keras dan bijak menyikapi situasi untuk kemungkinan adanya Maskapai Penerbangan yang dapat diajak kerjasama untuk mengisi rute tersebut. Jalan yang harus dtempuh adalah subsidi sebagai jaminan operasional sesuai kapasitas kekuatan subsidi. 

Berbicara subsidi arah utama targetnya adalah pemerintah daerah setempat. Selanjutnya bagaimana pemerintah daerah mampu mengajak perusahaan yang berada di wiyahnya atau setidaknya perusahaan yang berkepentingan terhadap moda transportasi udara tersebut. 

Dengan pola ini, bila dilakukan boleh disebut sebagai mal-subsidi pula, karena arah subsidi dilakukan untuk membantu kepentingan pihak yang lebih mampu di masyarakat. Namun disisi lain hampir dapat dipastikan sebelum ada jaminan kontinuitas pendapatan yang dibutuhkan untuk operasional bandara dan operasional Maskapai Penerbangan, maka kecil kemungkinan akan ada penerbangan dari dan ke Bandara AHN. 

Bolehlah disebut bahwa Bandara AHN meskipun telah diresmikan nantinya, kemungkian beroperasinya Maskapai Penerbangan tidak akan terjadi terkecuali dimasa awal ini Pemkab memberi subsidi ke Maskapai Penerbangan dengan MoU, yang dana tersebut akan tertuang di APBD. Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa antara Maskapai Penerbanagan dan Bandara Udara merupakan dua hal yang berbeda tapi manjadi satu kesatuan seperti dua mata uang logam yang harus dipahami terpisah namun satu kesatuan. 

Lebih lanjut dapat pula dilihat sisi kontraversi masyarakat secara ekonomi dengan harapan terhadap pendekatan multi player effeck. Dapat ditinjau dari pergerakan ekonomi berupa jumlah pergerakan orang yang menjadi penumpang “dari dan ke” Bandara AHN. Kemudian jumlah pegawai yang bekerja di dalamnya serta orang pendukung pergerakan dari calon penumpang di itaran kegiatan tersebut seperti moda transportasi darat penunjang bandara. 

Secara umum boleh disebut tipis efek peningkatan ekonomi dari Bandara AHN bagi Madina, bahkan diyakini bagi masyarakat kelas bawah hampir tidak ada, termasuk terhadap masyarakat sekitar lingkungan bandara. Bila disebut akan membantu sektor pariwisata tentu harus dikaji, wisatawan akan menuju lokasi wisata yang layak setelah mengeluarkan biaya mahal menuju Madina. 


Lebih lanjut, mungkin pemikiran kita terarah pula pada upaya percepatan arus barang, tentu akan kurang logis karena daya angkut pesawat sekelas Pesawat ATR 72 belum dapat dihandalkan untuk mengangkut barang. 

Dengan demikian bolehlah disepakati bahwa keberadaan Bandara Udara AHN di Madina belum mampu secara signifikan memperbaiki tatanan ekonomi di Madina. Bahkan kemungkinan yang akan terjadi adalah penarikan subsidi melalui APBD untuk biaya operasional. Tanpa subsidi tipis kemungkinan akan dapat beroperasi, sehingga konsekwensinya kita harus sepakat menyisihkan sebagian APBD bila ingin bandara beroperasi. 

Namunpun demikian, sebagai masyarakat Madina tidak pula boleh apriori terhadap apa yang sudah menjadi harapan masyarakat. Setidaknya capaian ini merupakan harapan kita yang sudah lama ditunggu. Banyak daerah yang menanti bandara udara, namun belum dapat giliran, sehingga rasanya kita juga harus banyak berterima kasih kepada para petinggi kita yang telah bersusah payah hingga terwujudnya bandara ini. Serta berharap dimasa yang akan datang akan menjadi alternatif moda transportasi yang handal bagi Madina. Pantasnya harus disikapi dengan pendekatan Bersyukur dan Berbenah secara kontinyu. 
(Dr.M.Daud Batubara, MSi; Sahli Bupati Madina Bid. Pemerintahan & Hukum).


Posting Komentar untuk "KONTRAVERSI BANDARA AHN"